Jumat, 17 Mei 2013




Aksi Sosial Yayasan Pondok Kasih Bersama Keluarga Miskin

Kamis,12 Juli 2012 - 07:06 WIB - Dibaca : 116 kali
RADJAWARTA >> Beruntung sekali nasib ribuan anak yang hadir di Gelora Pancasila, Jalan Indragiri, Rabu (11/7) sore. Bagaimana tidak? Memasuki tahun ajaran sekolah baru, mereka yang rata-rata berasal dari keluarga miskin (gakin) sudah tidak perlu pusing lagi memikirkan sepatu, kaos kaki dan tas baru.
Pasalnya, Yayasan Pondok Kasih bekerjasama dengan Operation Care International membagikan 3000 pasang sepatu, kaos kaki dan tas sekolah untuk 3000 anak keluarga miskin (gakin) yang ada di Surabaya dan sekitarnya. Operation Care International sendiri adalah lembaga sosial yang berpusat di Dallas, Texas. Sedangkan Yayasan Pondok Kasih berlokasi di kawasan Kendangsari, Surabaya.
3000 anak gakin tersebut berasal dari komunitas binaan Yayasan Pondok Kasih yang tersebar di kawasan-kawasan kumuh di Surabaya seperti Kuburan Rangkah, Kuburan Kembang Kuning, Lokalisasi Tambak Asri, Lokalisasi Bangunsari, Lokalisasi Putat, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Keputih Sukolilo, dan Terminal Joyoboyo. Juga perwakilan 100 siswa dari SLB Bangun Bangsa, SLB Harapan Bunda dan YPAC Semolowaru.
Menurut Dr Hana Amalia Vandayani Ananda, Ketua Yayasan Pondok Kasih (YPK), aksi sosial tersebut juga merupakan rangkaian dari Peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli mendatang. Dan kebetulan, bertepatan dengan tahun ajaran sekolah baru.
“Anak-anak tersebut pasti senang dan bahagia. Harapan kami, dengan adanya sepatu dan tas sekolah baru, mereka dapat lebih semangat lagi untuk menimba ilmu,” ujar wanita paroh baya yang akrab dipanggil Mama Hana ini.
Seperti yang diungkapkan Siti Aminah (12 tahun). Anak yang tinggal di kawasan Lokalisasi Tambak Asri ini merasa sangat senang mendapatkan sepatu dan tas sekolah baru. Sambil terbata-bata, Siti yang masih duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar di dekat rumahnya tersebut berujar, “Pas masuk sekolah kemarin, saya masih pakai sepatu dan tas lama. Karena ayah saya cuma tukang becak. Sedangkan ibu saya tidak bekerja. Dan saya masih punya 2 adik yang masih balita,” akunya.
Sementara itu, ada yang menarik di acara yang digelar di Gelora Pancasila sendiri. Sebelum menerima sepatu, anak-anak tersebut akan dibasuh dahulu kakinya dengan tisu basah.
Tak tanggung-tanggung, yang membasuh kaki anak-anak tersebut dari segenap pimpinan Yayasan Pondok Kasih (YPK) dan Operation Care International (OCI). Juga para relawan yang berasal dari semua unsur dan kalangan. Setelah itu, dibantu untuk memakai kaos kaki terlebih dahulu, baru kemudian sepatunya.
Tak hanya mendapatkan sepatu, kaos kaki dan tas sekolah, namun ribuan anak tersebut juga akan mendapatkan bingkisan kasih berupa kaos, jam tangan serta paket makanan yang berisikan snack dan susu.
“Kami ingin berbagi kebahagiaan dengan anak-anak kurang beruntung tersebut. Karena bagaimanapun juga, mereka adalah aset bangsa ini. Generasi penerus yang tentunya juga punya cita-cita. Siapa tahu kelak, ada diantara mereka yang nantinya menjadi pemimpin bangsa ini. Entah jadi Presiden, Menteri, Gubernur, Walikota, Bupati atau Wakil Rakyat,” harap Hana Ananda yang pernah mendapatkan penghargaan Satya Lancana (2004-2005) dan Dharma Karya Kancana (2006) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.
Tak hanya anak-anak, namun aksi sosial yang dilakukan Yayasan Pondok Kasih bekerjasama dengan Operation Care International juga menargetkan para lansia. Di Gelora Pancasila, pada Rabu (11/7) paginya, 1200 lansia dibagikan kacamata baca gratis. Tentu saja, hal ini disambut baik oleh para lansia yang rata-rata memang berasal dari keluarga miskin (gakin).
Dijelaskan Hana, selama kunjungannya di Surabaya, pimpinan dan relawan Operation Care International juga akan berkunjung dan melakukan aksi sosial di beberapa tempat yang telah ditentukan. Seperti di Panti Asuhan, Panti Wredha, Pondok Pesantren, Gereja dan PAUD yang ada di Surabaya, Sidoarjo dan Madura.
“Mereka (OCI) akan mengakhiri misi kemanusiaan mereka di Surabaya sampai tanggal 15 Juli mendatang. Dan OCI menggandeng kami dari Yayasan Pondok Kasih, karena mereka tahu bahwa kami ini sudah terbukti puluhan tahun mengabdikan diri serta membantu kaum papa (pra sejahtera), tanpa memandang suku dan agama. Tak hanya di Surabaya, tapi juga di hampir semua kota yang ada di Indonesia,” jelas Hana yang mengawali misi kemanusiaannya gara-gara bertemu dengan pengemis tua di sebuah gereja pada tahun 1990 lalu. rw

Berbagi Cinta Ala Yayasan Pondok Kasih

Pengirim: Daniel Lukas Rorong - detikSurabaya



Surabaya - Yayasan Pondok Kasih (YPK) melakukan kegiatan sosial di lokasi kumuh di bawah Jembatan Tol Dupak. Berbagai aktivitas sosial digelar di kawasan kumuh yang berada persis di samping Bozem Morokrembangan di Utara Surabaya ini. Mulai dari penyuluhan kesehatan, pengobatan gratis sampai pemberian bantuan kursi roda.

Warga miskin Lasem Baru yang masuk di wilayah RT 20 RW5, Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan terlihat antusias. Warga diajarkan mencuci tangan yang benar. Mulai dari mengusap bagian-bagian telapak tangan dan jari sampai cara membilas.

Lokasi yang sama, warga pun terlihat bergantian memeriksakan dirinya. Hari, misalnya, bapak 2 putra ini mengeluhkan bagian perutnya yang sudah dua bulan ini selalu perih di jam-jam tertentu. Lain halnya dengan Wati (50). Wanita paruh baya ini  kesulitan  berjalan ini mengeluhkan kakinya yang sudah 3 bulan ini membengkak di bagian paha.

"Maklum, hal ini dipengaruhi kondisi pemukiman mereka yang kumuh. Selain faktor kurangnya pemahaman mereka akan pentingnya menjaga kebersihan, terutama mencuci tangan sebelum makan," kata dr Handoko yang sudah satu tahun lebih ini menjadi relawan tim kesehatan Yayasan Pondok Kasih (YPK).

Pembagian Kursi Roda

Tak hanya sampai disitu, aksi sosial berupa pembagian kursi roda gratis pun digelar di lokasi yang sama. Salah satu sasarannya, Yohana. Putri pertama dari Sukir (50) dan Siti (45) ini terlihat wajahnya sumringah (berseri-seri) saat diberi kursi roda yang diserahkan langsung Dr Hana Amalia Vandayani Ananda, Ketua Yayasan Pondok Kasih (YPK).

Gadis 20 tahun tampak senang, meski bibirnya terucap dengan arti yang sulit dimengerti, tapi yang pasti, Yohana ingin mengucapkan banyak terima kasih. Apalagi, lanjut Hana, sudah lebih dari 19 tahun, Yohana tidak pernah beranjak dari tempat tidurnya. Di rumah petak yang hanya berukuran 2 x 2,5meter ini, sehari-hari Yohana hanya tergolek lemah tak berdaya.

"Ironisnya, Yohana hampir tidak pernah melihat cahaya matahari," ungkap Hana. Hal ini dikarenakan, kondisi fisik orangtuanya yang juga mengalami keterbatasan fisik pula. 

Menurut, Hana Ananda, saat ini pihaknya sudah menandatangani kerjasama dengan PPCI (Persatuan Penyandang Cacat Indonesia) untuk menyalurkan 300 kursi roda di 32 provinsi di Indonesia.

"Tapi sebelumnya, kami telah menyalurkan sendiri 1000 lebih kursi roda ke pelbagai pihak, termasuk korban gempa Padang beberapa waktu lalu," ujar Hana sembari menambahkan bahwa kiriman 1000 kursi roda dari Free Wheel Chair Mission akan diterimanya lagi pertengahan Februari mendatang.

Menariknya, peristiwa mengharukan ini langsung disaksikan Maswita Djaja, Deputi Menkokesra yang saat itu ikut dalam rombongan Yayasan Pondok Kasih. Deputi Menkokesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Anak ini mengungkapkan kekagumannya atas aksi sosial yang dilakukan oleh yayasan sosial yang bermarkas di kawasan Kendangsari, Surabaya ini.

"Kami akui, pemerintah tak sanggup jika harus bekerja sendirian untuk mengatasi permasalahan-permasalahan sosial seperti ini. Harus ada kerjasama dari banyak pihak. Apalagi jumlah rakyat miskin di Indonesia sudah mencapai kisaran 34 juta," tuturnya.(daniellukasrorong@gmail.com)
(wln/wln)



 Mama Hana dan Pondok Kasih



Usai mengikuti kebaktian bersama 50-an stafnya di Kendangsari I/82 Surabaya, Sabtu (18/9/2010), Hana Amalia Vandayani Ananda langsung bergerak ke kawasan Gayungan PTT/66 Surabaya. Di situlah 41 penghuni Panti Asuhan Pondok Kasih tengah mempersiapkan makan siang. 

Oleh LAMBERTUS L. HUREK

MESKI kelelahan, Mama Hana, sapaan akrabnya, menyapa anak-anak asuhnya dengan ramah. Lulusan Universitas Widya Mandala Surabaya ini kontan menundukkan kepala ketika seorang bocah berkulit gelap memimpin doa sebelum makan. Kemudian, Mama Hana mempersilakan anak-anaknya yang puluhan orang itu menikmati makan siang.

“Hari ini lauknya tempe, pakai sayur kangkung. Tempe itu makanan bergizi lho. Silakan dimakan,” kata Mama Hana sambil tersenyum ramah. Perempuan berusia 66 tahun ini juga sempat menuntut seorang bocah cilik bagaimana cara memegang garpu.

Dari ruang makan, Mama Hana mengajak Radar Surabaya dan beberapa kru televisi lokal untuk meninjau lantai dua. Ruangan balita. Saat ini ada lima bayi yang diasuh oleh lima baby sitter. Sebagai oma para unwanted children ini, Mama Hana menggendong satu per satu bayi dengan penuh kasih, layaknya cucu sendiri.

“Yang ini anaknya TKW dari Malaysia,” ujar Mama Hana memperkenalkan bayi yang usianya kurang dari dua tahun.

“Yang ini juga anaknya TKW yang kerja di Singapura. Bapaknya keturunan Tamil, India,” tambahnya.

“Pantas saja, kulitnya gelap,” tukas seorang pengunjung disambut tawa para baby sitter dan staf Pondok Kasih.



HANA Amalia Vandayani Ananda mulai merintis Pondok Kasih pada 1990. Saat itu Hana tergerak hatinya saat melihat seorang perempuan pengemis yang biasa meminta-minta sedekah di depan gerejanya. Perempuan itu setiap malam tidur di pingir jalan.

Hana tak sampai hati melihat pengemis tua itu. Maka, dicarikanlah sebuah shelter untuk tumpangan. Suatu ketika, Hana membawa si pengemis itu ke gereja, kemudian diperkenalkan pada Ruth, sahabatnya. Hana menyatakan niatnya menyewa rumah untuk menampung para pengemis dan gelandangan di Surabaya dan sekitarnya.

“Puji Tuhan, Ruth tergerak hatinya dan memberikan cek senilai Rp 1 juta,” kenang Hana. Dengan modal awal itu, ditambah tabungannya, Hana Amalia Vandayani memulai pelayanan sosial di bawah bendera Pondok Kasih.

Bermula dari seorang perempuan pengemis, pelan tapi pasti, Hana kedatangan pengemis-pengemis lain, gelandangan, orang cacat, perempuan hamil di luar nikah, bahkan pekerja seks komersial (PSK). “Jumlahnya sampai 12 orang dan saya tampung di rumah saya di Kendangsari,” tuturnya.

Kalau tren ini berlanjut, niscaya kediaman Hana yang tak seberapa luas itu penuh sesak. Apalagi, informasi gethuk tular dari mulut ke mulut di kalangan para pengemis dan sejenisnya ini sangat efektif. Toh, Hana tak kehilangan akal. Dia sangat yakin bahwa Tuhan akan memberikan solusi untuk mengatasi membeludaknya ‘klien’ baru.

Benar saja. Dua tahun kemudian, 1993, Hana yang mulai dikenal sebagai pendiri dan pemimpin Yayasan Pondok Kasih mendapat lahan yang cukup luas di kawasan sedati, Sidoarjo. “Tanah itu Tuhan yang beri,” kata Hana setiap kali ditanya siapa donatur atau investor di balik sukses yayasannya.

Akhirnya, Pondok Kasih punya rumah penampungan anak-anak yatim dan lansia berlantai dua dengan 22 kamar di Sedati. Sejumlah perempuan yang hamil di luar nikah, juga bayi-bayi yang tak dikehendaki ibunya, dipelihara di situ. Ketika jumlah penghuni bertambah, Pondok Kasih menyewa sebuah rumah sebagai tempat ‘rehabilitasi dan restorasi’.

Pelayanan sosial Hana terus berbuah. Pada 1996, Harry Ananda, suami Hana, menawarkan kantornya di Gayungan PTT/66 untuk dipakai Pondok Kasih. “Jadi, tempat ini dulunya memang kantor suami saya. Sekarang kita pakai untuk pelayanan, termasuk membuka klinik untuk warga yang tidak mampu,” katanya.



BAGI Hana Amalia Vandayani, hidup merupakan anugerah terindah yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Maka, si jabang bayi yang masih berada di dalam kandungan ibu wajib dipelihara agar tetap hidup. Pengguguran kandungan (aborsi) sama artinya dengan pembunuhan anak manusia. Itu sebabnya, Hana selalu bersedia menampung para ibu atau perempuan yang tak menginginkan kelahiran anaknya.

“Kami dari Pondok Kasih siap mengurus hingga si bayi lahir. Biaya pengobatan, persalinan, dan sebagainya kami tanggung,” tegasnya.

Ketika si bayi lahir, dilakukan acara serah terima bayi yang disaksikan pihak kepolisian dan pihak berwajib. Dengan begitu, yayasan punya legalitas hukum untuk merawat dan membesarkan anak-anak itu.

“Di sini kami memperlakukan mereka layaknya keluarga sendiri. Jadi, bentuk rumah, kamar-kamar, fasilitas lain, berbeda dengan panti asuhan pada umumnya,” kata Hana. (rek)



Selamat dari Kelumpuhan

LAHIR dari keluarga sederhana, sejak kecil Hana Amalia Vandayani dikenal sebagai anak yang ringkih. Kondisi fisiknya tidak sesehat anak-anak sebayanya. Orang tuanya cenderung hidup pas-pasan. 


Meski begitu, sang ayah yang bekerja sebagai pegawai rumah sakit menyediakan tempat penampungan anak-anak yatim dan pengungsi di rumahnya. Maklum, pada tahun 1950-an, tak lama setelah proklamasi, terjadi perang untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Kondisi yang sangat sulit itu memaksa ayah dan ibu Hana untuk bekerja keras mencukupi kebutuhan keluarga. Termasuk memberi makan para pengungsi dan anak-anak yatim piatu. Di usia 14 tahun, tepatnya pada 1958, Hana yang masih gadis remaja sudah terjun ke pelayanan sosial bersama teman-teman gerejanya.

Di 17 tahun, ketika Hana menjadi mahasiswa Universitas Widya Mandala Surabaya, dokter menemukan penyakit bawaan dalam diri Hana yang berpotensi menyebabkan kelumpuhan total pada usia 25 tahun. Namun, Hana mengaku mendapatkan mukjizat dari Tuhan. Tubuhnya dinyatakan sembuh setelah dia aktif melayani orang-orang sakit di rumah sakit.

"Sejak itu saya berjanji untuk terus melayani Tuhan dengan menolong orang sakit, anak yatim, para lansia, bayi-bayi yang tidak dikehendaki, para perempuan yang hamil di luar nikah, serta warga yang berkekurangan," katanya.

Didukung penuh oleh sang suami, Harry Ananda, yang dinikahinya pada 1972, keinginan Hana untuk secara total melayani sesama akhirnya terkabul. Bersama Yayasan Pondok Kasih yang didirikannya pada 1991, Hana semakin berkibar sebagai ibu yang penuh kasih bagi warga marginal.

"Saya juga aktif di kegiatan-kegiatan yang bersifat lintas etnis dan agama," katanya. (rek)



Tentang Mama Hana

Nama : Hana Amalia Vandayani Ananda
Lahir : Surabaya, 10 November 1944
Suami : Harry Ananda
Anak : Stephen Ananda
Visi : Menggembalakan dengan belas kasih.
Misi : Tampung, bimbing, utus.

Pendidikan :
* Universitas Widya Mandala Surabaya (Bahasa Inggris), 1964.
* Institute of Church Management, Singapura, 2002.

Penghargaan :

Gubernur Jawa Timur, 2003.
Women in Humanitarian Award, 2004.
Satya Lencana dari Presiden RI, 2004.
Satya Lencana dari Presiden RI, 2005. 


Dimuat RADAR SURABAYA edisi Minggu 19 September 2010